Dalam berbagai diskusi dan debat politik internal, Budi dianggap sebagai sosok yang berbeda dari pemimpin pemuda sebelumnya.
Ia dinilai mampu menyatukan antara garis keturunan elit dan kepekaan terhadap isu lapangan yang menjadi sebuah kombinasi yang jarang ditemui di tengah budaya kekuasaan yang kerap terjebak dalam formalitas dan seremonial.
Darah Elite, Jiwa Lapangan
Lahir di Jakarta, 25 September 1981, Budi merupakan representasi dari generasi muda yang berakar dari keluarga dengan jejak besar di bidang ekonomi dan politik nasional. Ayahnya, Sudradjad Djiwandono, pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia. Sementara ibunya adalah kakak kandung dari Prabowo Subianto, calon presiden yang akan memimpin Indonesia periode 2024–2029.
Namun, Mahdiyal Hasan,S.H advokat muda sekaligus mantan Ketua Tunas Indonesia Raya (TIDAR) Sumatera Barat, menilai latar belakang keluarga bukanlah jaminan untuk menjadi pemimpin yang efektif. Sebaliknya, Budi memilih menempuh perjalanan berbeda dengan meningkatkan kredibilitas dari bawah.
Ia menempuh pendidikan di Amerika Serikat, berkarier di sektor industri, dan akhirnya terjun ke dunia politik sejak 2017 melalui jalur Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR RI.
Kini, sebagai Ketua Fraksi Partai Gerindra dan Wakil Ketua Komisi I DPR RI yang mengurusi pertahanan dan hubungan luar negeri, Budi diyakini memiliki pijakan strategis untuk mengemban amanah di organisasi sosial seperti Karang Taruna.
Kepemimpinan Mendengarkan dan Inklusif
Menurut Mahdiyal, keberhasilan Budi bukan semata karena pengalaman, melainkan karena gaya kepemimpinannya yang terbuka dan inklusif.
Ia pernah menyaksikan langsung bagaimana Budi mampu mendengarkan keluhan kader muda di daerah. Sikapnya yang tidak memotong pembicaraan dan selalu bertanya secara serius menunjukkan bahwa ia memahami bahwa perubahan harus dimulai dari mendengar.
“Karang Taruna tidak membutuhkan figur karismatik yang tampil di panggung, tetapi pemimpin yang mampu merespons problem nyata di tingkat desa: minimnya akses kerja, kurangnya pelatihan keterampilan, dan ketidakpastian menghadapi era digital,” ujar Mahdiyal.
Budi diyakini mampu menyambungkan problem tersebut dengan kebijakan konkret, berkat koneksi pusat dan pemahaman mendalam terhadap akar rumput. Kemampuan ini yang diharapkan mampu menjadikan organisasi sosial ini sebagai agen perubahan yang nyata di tengah tantangan zaman.
Lebih dari Sekadar Manuver Politik
Banyak pihak menganggap langkah Budi ke Karang Taruna sebagai bagian dari skenario politik menuju Pilkada dan Pemilu 2029. Namun, Mahdiyal menegaskan, langkah ini adalah bagian dari proses regenerasi politik yang sehat.
“Justru kita butuh orang seperti Budi di Karang Taruna yang paham struktur pemerintahan, mampu mencari anggaran, dan menjembatani aspirasi pemuda ke meja pengambil kebijakan,” tegasnya.
Ia menambahkan, jika organisasi ini dipimpin oleh sosok seperti Budi, Karang Taruna bisa menjadi ‘sekolah politik’ yang mendidik generasi muda tentang kewarganegaraan aktif dan kolaborasi lintas sektor.
Isu Nyata, Aksi Nyata
Budi dikenal sebagai sosok yang konsisten memperjuangkan isu-isu yang relevan dengan pemuda masa kini: literasi digital, kewirausahaan sosial, ketahanan pangan lokal, dan penguatan karakter di era disinformasi.
Bahkan sebelum tren nasional, Budi sudah menyuarakan berbagai gagasan tersebut di forum-forum internal partai dan diskusi lintas sektor.
“Saya ingat betul saat Budi berbicara panjang lebar soal digitalisasi desa, sementara sebagian besar elit masih fokus pada infrastruktur dasar,” kenang Mahdiyal.
Karang Taruna di Simpang Jalan
Kini, perhatian tertuju pada Temu Karya Nasional Karang Taruna 2025, forum penting yang akan menentukan langkah organisasi selama lima tahun ke depan.
Kehadiran figur seperti Budi dianggap sebagai paradigma baru: dari organisasi yang selama ini identik dengan kegiatan seremonial, menuju organisasi yang mampu menjadi motor penggerak perubahan sosial.
“Budi bukan hanya representasi elit, tetapi cerminan harapan kita terhadap pemuda yang mampu menjembatani dua dunia: kebijakan dan lapangan, pusat dan daerah, wacana dan aksi,” pungkas Mahdiyal.
Momentum Kebangkitan Pemuda
Pencalonan Budisatrio Djiwandono bukan sekadar soal politik, melainkan sebuah ujian bagi bangsa ini. Apakah pemuda Indonesia siap dipimpin oleh figur yang membawa semangat pembaruan?
Harapan Mahdiyal dan banyak pihak lainnya, adalah agar kepemimpinan yang humble, cerdas, dan visioner mampu membawa organisasi pemuda ini ke arah yang lebih baik.
Karang Taruna, organisasi yang pernah dianggap sebagai ‘organisasi seremonial’, kini berada di persimpangan jalan. Jika memilih pemimpin yang benar-benar peduli dan berkomitmen, bukan soal popularitas, maka masa depan organisasi ini akan semakin cerah sebagai motor perubahan sosial dan kader bangsa.
(Chairur)

