G-Trendy, Sumbar| Kabar kedatangan Badan Pengawas Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) ke Sumatera Barat mulai mencuat ke tengah-tengah masyarakat.
Menurut informasi dari BPK RI dikabarkan akan melakukan audit di beberapa instansi, salah satunya di Balai Wilayah Sungai (BWS) V Padang. Kedatangan lembaga pengawas keuangan negara ini menimbulkan berbagai spekulasi dan asumsi dari berbagai kalangan, baik dari kalangan pekerja di bidang pengelolaan sumber daya air maupun masyarakat luas.
Dugaan sementara, kedatangan BPK RI tak lepas dari upaya menelusuri potensi penyimpangan dan praktik-praktik yang merugikan keuangan negara di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bidang Sumber Daya Air (SDA).
Tidak dapat dipungkiri, isu-isu yang menyelimuti instansi ini semakin menguatkan persepsi bahwa audit tersebut muncul sebagai respons atas berbagai persoalan yang selama ini mencuat ke permukaan.
Pasalnya, bulan lalu, berita viral terkait dugaan korupsi yang dilakukan empat Aparatur Sipil Negara (ASN) di BWS Bangka Belitung (Babel) menjadi perhatian publik. Uang negara yang dikorupsi diperkirakan mencapai 30 miliar rupiah, dan kasus ini menimbulkan keprihatinan mendalam terhadap tata kelola keuangan di lingkungan instansi pemerintah terkait sumber daya air tersebut.
Di lingkungan BWSS V Padang pun, kabar mengenai dugaan kecurangan dan penyimpangan keuangan juga beredar luas. Salah satunya berkaitan dengan kegiatan pemeliharaan yang dilakukan oleh Satker OP SDA Sumbar. Media menyebut, ada indikasi kegiatan pekerjaan yang diduga fiktif, terutama terkait dengan pembuatan Surat Perintah Kerja (SPK) untuk kegiatan pemeliharaan tersebut.
Isu ini semakin memperkuat kekhawatiran bahwa praktik-praktik tidak bersih sedang menggerogoti sistem pengelolaan anggaran di tingkat lokal.
Lebih jauh, muncul pula asumsi bahwa kontraktor yang terlibat dalam proyek-proyek negara di lingkungan instansi ini merupakan pelaku yang sulit dikontrol.
Ada yang menyebut mereka sebagai “personalitas” yang selalu berganti nama perusahaan setiap tahunnya, namun tetap mengerjakan proyek dengan pola yang sama. Ada pula yang menuding adanya kontraktor titipan dan kontraktor “member”, yang diyakini selalu memberikan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu di balik layar.
Selain itu, istilah “dana seving” atau dana simpan pun turut mencuat sebagai bagian dari praktik yang dipertanyakan. Dana ini disebut-sebut dikumpulkan oleh oknum tertentu yang telah ditunjuk oleh instansi, dengan tujuan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti temuan dari aparat penegak hukum maupun risiko kerugian lainnya.
Pengumpulan dana ini, menurut berbagai sumber, dilakukan secara tertutup dan terkesan sebagai bentuk perlindungan terhadap pihak-pihak tertentu yang berkepentingan.
Kedatangan BPK RI di Sumatera Barat diharapkan menjadi momen penting untuk melakukan pembersihan sistem pengelolaan keuangan yang selama ini dinilai banyak pihak rawan disalahgunakan.
Lebih dari sekadar audit, langkah ini harus menjadi titik balik dalam menegakkan akuntabilitas dan transparansi. Masyarakat pun menanti adanya keberanian dari aparat penegak hukum dan lembaga pengawas untuk mengungkap praktik-praktik kotor yang selama ini menggerogoti kepercayaan publik.
Akhirnya, integritas dan keberanian dalam menindak tegas pelanggaran adalah kunci untuk menyelamatkan citra pemerintahan dan memastikan bahwa setiap rupiah dana negara benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat.
Jangan biarkan kasus-kasus semacam ini menjadi luka yang terus menganga di tubuh sistem pengelolaan keuangan negara di Sumatera Barat. Karena, masa depan yang bersih dan berintegritas harus dimulai dari keberanian menertibkan praktik-praktik yang merusak.
Penulis : Dodi Indra
Editor : Chairur

